Untuk pembahasan mengenai Corporate Social Responsibility (CSR), kali ini saya menggunakan buku referensi dari DR. A. Sonny Keraf yang berjudul "ETIKA BISNIS TUNTUTAN DAN RELEVANSINYA".
Topik-topik yang akan dibahas adalah mengenai:
1. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral
2. Status Perusahaan
3. Lingkup Tanggung Jawab Sosial
4. Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
5. Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
6. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Namun sebelum membahas lebih lanjut mengenai topik-topik bahasan yang telah disebutkan diatas, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR)?. Dengan begitu kita akan lebih mudah memahami topik-topik yang akan dibahas pada tulisan kali ini.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya), perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang diantaranya adalah, konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yaakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul ari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
Setelah mengetahui apa itu CSR dari penjelasan diatas, selanjutnya kita akan membahas topik-topik mengenai CSR yang telah disebutkan sebelumnya:
1. Syarat bagi Tanggung
Jawab Moral
Paling tidak ada tiga syarat
penting bagi tanggung jawab moral.
a. Pertama,
tanggung jawab mengendalikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan
tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak
dengan sadar dan tahu mengnai tindakannya itu serta konsekuensi dari
tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru
relevan bagi kita untuk menuntut tanggung jawab dan prtanggungjawaban moral
atas tindakannya. Ini juga mengandaikan bahwa pelakunya tahu mengenai baik dan
buruk. Ia tahu bahwa tindakan atau perilaku tertentu secara moral buruk
sementara tindakan atau perilaku yang lain secara moral baik. Kalau seseorang
tidak tahu mengenai baik dan buruk
secara moral, dia dengan sendirinya tidak bisa punya tanggung jawan moral atas
tindakannya. Dengan demikian, syarat pertama bagi tanggung jawab moral atas
suatu tindakan adalah bahwa tindakan itu dijalankan oleh pribadi rasional,
pribadi yang kemampuan akan akal budinya sudah matang dan dapat berfungsi secara normal, pribadi
itu paham betul apa yang dilakukannya.
b. Kedua,
tanggung jawab juga mengandaikan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya,
tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas
tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara bebas. Ini berarti orang
tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam keadaan dipaksa atau terpaksa.
Jadi, kalau seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara
moral ia tidak bisa dituntut bertanggung jawab atas tindakan itu. Hanya orang
yang bebas melakukan sesuatu yang bisa bertanggung jawab atas tindakannya.
c. Ketiga,
tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan tertentu memang
mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan tindakan itu.
Syarat ini terutama releva dalam kaitan dengan syarat kedua diatas. Bisa saja
seseorang berada dalam situasi tertentu sedemikian rupa seakan-akan ia terpaksa
melakukan tindakan. Situasi ini terutama terjadi ketika seseorang dihadapkan
pada hanya satu pilihan. Hanya ada satu alternatif. Dalam keadaan seperti itu,
tampak seolah-olah orang ini memang terpaksa. Itu berarti menurut syarat kedua,
dia tidak bisa bertanggung jawab atas pilihannya karena tidak bisa memilih yang
lain. karena itu, tidak relevan untuk menuntut pertanggungjawaban dari orang
ini.
Akan tetapi,
ia masih tetap bisa dituntut untuk
bertanggung jawab atas tindakannya. Ia masih tetap bertanggung jawab atas
tindakannya jika dalam situasi seperti itu ia sendiri mau ( apalagi dengan
sadar dan bebas) memilih alternatif yang
hanya satu itu dan tidak bisa dielak.
Berdasarkan
ketiga syarat diatas, dapat disimpulkan bahwa hanya orang yang berakal budi dan
punya kemauan bebas yang bisa bertanggung jawab atas tindakannya, dan karena
itu relevan untuk menuntu pertanggungjawaban moral darinya. Bahkan secara lebih
tepat lagi, hanya orang hanya orang yang telah menggunakan akal budinya sacara
normal dan punya kemauan bebas yang sepenuhnya berada dalam kendalinya dapat
bertanggung jawab secara moral atas tindakannya.
2. Status Perusahaan
Dengan kondisi
diatas timbul pertanyaan: apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab moral dan
juga sosial? Untuk menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita lihat terlebih
dahulu apa sebenarnya perusahaan itu dan bagaimana statusnya.
Perusahaan
adalah sebuah badan hukum. Artinya, perusahaan dibentuk berdasarkan hukum
tertentu dan disahkan dengan hukum atau aturan legal tertentu. Karena itu,
keberadaannya dijamin dan sah menurut hukum tertentu. Itu berarti hukum adalah
bentukan manusia, yang eksistensinya diikat berdasarkan aturan hukum yang sah.
Sebagai badan hukum perusahaan mempunyai hak dan kewajiban legal, tapi tidak
dengan sendirinya berarti perusahan juga mempunyai hak dan kewajiban moral.
De George
membedakan dua macam pandangan mengenai status perusahaan.
a. Pertama,
pandangan legal-creator, yang melihat perusahaan sebagai sepenuhnya ciptaan hukum,
dan karena itu ada hanya berdasarkan hukum.
Menurut panangan ini, perusahaan diciptakan oleh negara dan tidak
mungkin ada tanpa negara. Negara dan hukum sendiri adalah ciptaan masyarakat,
maka perusahaan juga adalah ciptaan masyarakat. Maka, jika perusahaan tidak
lagi berguna bagi masyarakat, masyarakat bisa saja mengubah atau meniaakannya.
b. Kedua,
pandangan legal-recognition yang tidak memusatkan perhtian paa status legal
perusahaan melainkan pada perusahaan sebagai suatu usaha bebas dan produktif.
Menurut pandangan ini, perusahaan terbentuk oleh orang atau kelompok orang
tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu dengan cara tertentu seara bebas
demi kepentingna orang atau orang-orang tadi. Dalam hal ini, perusahaan tidak
dibentuk oleh negara. Negara hanya mendaftarkan, mengakui dan mensahkan
perusahaan itu berdasarkan hukum tertentu. Ini sekaligus juga berarti
perusahaan bukan organisasi bentukan masyarakat.
Berdasarkan
pemahaman mengenai status perusahaan diatas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan
memang punya tanggung jawab, tetapi hanya terbatas pada tanggung jawab legal,
yaitu tanggung jawab memenuhi aturan hukum yang ada. Hanya ini tanggung jawab
perusahaan, karena perusahaan memang dibangun atas dasar hukum untuk
kepentingan pendiri dan bukan untuk pertama-tama melayani masyarakat.
Secara lebih
tegas itu berarti, berdasarkan pemahaman mengenai status perusahaan diatas, jelas bahwa
perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial. Pertama, karena
perusahaan bukanlah moral person yang punya akal budi dan kemauan
bebas dalam bertindak. Kedua, kaitan dengan pandangan legal-recognition, perusahaan dibangun oleh orang atau kelompok
orang tertentu untuk kepentingannya dan bukan untuk melayani kepentingan
masyarakat. Karena itu pada dasarnya perusahaan tidak punya tanggung jawab
moral dan sosial.
Lebih dari itu,
tidak sepenuhnya benar kalau dikatakan bahwa perusahaan hanyalah badan hukum
dan bukan pribadi moral, maka perusahaan tidak punya tanggung jawab
sosial-moral. Tidak benar bahwa perusahaan hanya punya tanggung jawab legal.
Sebabnya:
a. Pertama,
sebagaimana dikatakan Friedma, dalam arti tertentu perusahaan adalah pribadi
artifisial. Ini terutama karna perusahaan terdiri dari manusia. Perusahaan
adalah lembaga atau organisasi manusia yang kegiatannya diputuskan,
direncanakan, dan dijalankan oleh manusia. Atas dasar ini, sangat sah untuk
mengatakan bahwa perusahaan bukanlah pribadi moral dalam arti sepenuh-penuhnya,
ia tetap merupakan pribadi moral artifisial.
Hal ini berarti ada kelompok orang-orang yang dianggap sebagai tokoh
kunci yang akan mempertimbangkan dan memutuskan segala kegiatan bisnis suatu
perusahaan berdasarkan apa yang dianggap paling tepat dan benar dari segala
aspek. Karena itu perusahaan tetap meempunyai tanggung jawab moral dan sosial.
b. Kedua,
ada benarnya bahwa tanggung jawab moral
dan sosial tidak bisa diwakilkan dan diwakili oleh orang lain. Tanggung jawab
mora pada dasarnya bersifat pribadi dan tidak tergantikan. Dalam konteks ini
ada benarnya apa yang dikatakan Milton Friedman bahwa para pemimpian perusahaan
tidak bisa mewakili dan mengambil alih tanggung jawab sosial dan moral
perusahaan.
Hanya saja,
Friedman lupa bahwa ketentuan ini hanya berlaku bagi mereka yang masih bisa
bertanggung jawab atas tindakannya, yang dalan hal ini berarti mereka bertinak
secara sadar, bebas dan atas kemaunnya sendiri. Namun, dalam banyak kasus kita
menemukan bahwa pada situasi tertentu tanggung jawab moral sesungguhnya bisa
diwakilkan.
Ketika perusahan melakukan tindakan bisnis yang
merugikan pihak lain (sesungguhnya bukan tindakan perusahaan tapi tindakan
manusia manusia yang bekerja diperusahaan itu), mau tidak mau harus ada orang
tertentu yang bertanggung jawab atas tindakan itu. Kalau tidak, manusia-manusia
yang bekerja dalam perusahaan itu akan seenaknya melakukan tindakan bisnis apa
saja, termasuk merugikan pihak lain tanpa peduli, lalu tidak mau bertanggung
jawab hanya dengan dalih bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral.
c. Ketiga,
dalam arti tertentu tanggung jawab legal tidak bisa dipisahkan dari tanggung
jawab moral. Karena itu, kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab
legal, sudah menyiratkan bahwa dengan demikian perusahaan pun punya tanggung
jawab moral karena tanggung jawab legal hanya mungkin dijalankan secara serius
kalau ada sikap moral untuk bertanggung jawab. Tanpa sikap moral, berupa
kesediaan untuk menerima tanggung jawab itu, tanggung jawab legal tidak
mempunyai makna apapun.
Berdasarkan
argumen-argumen diatas, dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun perusahaan tetap
punya tanggung jawab moran dan sosial.
Pada tingkat operasional, bahkan bukan hanya staff manajemen yang
memikul tanggung jawab sosial dan moral perusahaan. Seluruh karyawan, dengan
satu dan lain cara, dengan tingkat dan kadar yang beragam, memikul tanggung
jawab sosial dan moral dari perusahaan dimana mereka bekerja
3. Lingkup Tanggung
Jawab Sosial
jika pada
akhirnya bisa diterima bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab moral dan sosial,
pertanyaan menarik yang perlu dijawab adalah apa sesungguhnya tanggung jawab
sosial dan moral perusahaan itu. Apa saja yang termasuk dalam apa yang kita
kenal sebagai tanggung jawab sosial perusahaan?
Pertama harus
dikatakan bahwa tanggung jawab sosial menunjukan kepedulian perusahaan terhadap
kepentingan pihak-pihak lain secara luas daripada sekadar terhadap perusahaan
belaka. Keuntungan dalam bisnis tidak mesti dicapai dengan mengorbankan
kepentingan pihak lain, termasuk kepentingan masyarakat luas. Bahkan jangan
hanya karna demi keuntungan, perusahaan bersikap arogan tidak peduli pada
kepentingan pihak-pihak lain. Dengan demikian, dengan konsep tanggung jawab
sosial dan moral perusahaan mau dikatakan bahwa suatu perusahaan harus
bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh
atas orang-orang tertentu, masyarakat, serta lingkungan di mana perusahaan itu
beroperasi.
Dalam perkembangan
etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih komprehensif
mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini. paling kurang sampai
sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai termasuk dalam apa
yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.
a. Pertama,
keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi
kepentingan masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab
sosial perusahaan, perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan
yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Jadi, tanggung jawab sosial dan moral perusahaan di
sini terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang
berguna bagi masyarakat.
Ada beberapa
alasan yang dapat dijadikan dasar bagi keterlibatan perusahaan dalam berbagai
kegiatan sosial:
Ø
Pertama,
karena perusahaan dan seluruh karyawan adalah bagian integral dari masyarakat setempat.
Ø
Kedua,
perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya
alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapat keuntungan bagi
perusahaan tersebut.
Ø
Ketiga,
dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan
memperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis
tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas.
Ø Keempat, dengan keterlibatan sosial,
perusahaan tersebut menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyarakat
dan dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih diterima kehadirannya oleh
masyarakat.
b. Lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang kedua adalah keuntungan ekonomis. Bahwa setiap pelaku bisnis dan juga
perusahaan secara moral dibenarkan untuk mengejar kepentinga pribadinya – yang
dalam bisnis dibaca sebagai keuntungan – karena hanya dengan demikian ia dapat
mempertahankan kelangsungan bisnis dan perusahaan itu serta semua orang yang
terkait dengan bisnis dan perusahaan itu. Maka, mengejar keuntungan tidak lagi
dipandang sebagai hal yang egoistis dan negatif secara moral, melainkan justru
dilihat sebagai hal yang secara moral sangat positif.
Dalam kerangka
inilah, keuntungan ekonomi dilihat sebagai sebuah lingkup tanggung jawab moral
dan sosial yang sah dari suatu perusahaan. Artinya, perusahaan mempunyai
tanggung jawab moral dan sosial untuk mengejar keuntungan ekonomi karena hanya
deengan itu perusahaan dapat dipertahankan dan juga hanya dengan itu semua
karyawan dan semua pihak lain yang terkait bisa dipenuhi hak dan
kepentingannya.
c. Ketiga,
lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak kalah pentingnya adalah
memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, baik yang menyangkut
kegiatan bisnis maupun yang menyangkut kehidupan sosial pada umumnya. Ini merupakan
salah satu lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang semakin dirasakan
penting dan urgensinya.
d. Keempat,
hormat pada hak dan kepentingan stakeholders atau pihak-pihak terkait yang
mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan bisnis suatu
perusahaan. Ini suatu lingkup tanggung jawab yang semakin mendapat perhatian
tidak hanya dikalangan praktisi bisnis melainkan juga para ahli etika bisnis. Bersama
dengan ketiga lingkup diatas, lingkup ini memperlihatkan bahwa yang disebut
tanggung jawab sosial perusahaan adalah hal yang sangat konkret. Maka, kalau
dikatakan bahwa suatu perusahaan punya tanggung jawab moral dan sosial, itu
berarti perusahaan tersebut secara moral dituntut dan menuntut diri untuk
bertanggung jawab atas hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang mempunyai
kepentingan. Artinya, dalam kegiatan bisnisnya suatu perusahaan perlu
memperhatikan hak dan kepentingan pihak-pihak tersebut: konsumen, buruh,
investor, pemerintah, pemasok, dll.
4. Argumen yang
Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
Pada bagian
ini akan dipaparkan beberapa argumen yang menentang perlunya keterlibatan
sosial perusahaan:
a. Tujuan Utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan
Sebesar-besarnya
Argumen paling
keras yang menentang keterlibatab perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial
sebagai wujud tanggung jawab sosial adalah paham dasar bahwa tujuan utama,
bahkan satu-satunya, dari kegiatan bisnis adalah mengejar keuntungan
sebesar-besarnya. Yang menjadi perhatian utama perusahaan adalah bagaimana
mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya dan seefisien mungkin.
b. Tujuan yang Terbagi-bagi dan Harapan yang
Membingungkan
Keterlibatan sosial
sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan akan menimbulkan minat dan
perhatian yang bermacam ragam, yang pada akhirnya akan mengalihkan, bahkan
mengacaukan perhatian para pimpinan perusahaan. Ini pada gilirannya akan
membingungkan mereka dalam menjalankan perusahaan tersebut. Perhatian yang
terbagi-bagi dan membingungkan pada akhirnya merugikan perusahaan karena akan
menurunkan kinerja keseluruhan dari perusahaan tersebut.
c. Biaya Keterlibatan Sosial
Keterlibatan sosial
sebagai wujud dari tanggung jawab sosial perusahaan malah dianggap memberatkan
masyarakat. Alasannya, biaya yang digunakan untuk keterlibatan sosial
perusahaan itu bukan biaya yang disediakan oleh perusahaan itu, melainkan
merupakan biaya yang telah diperhitungkan sebagai salah satu komponen dalam
harga barang dan jasa yang ditawarkan dalam pasar.
d. Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan
Sosial
Dalam argumen ini dikatakan bahwa para pemimpin
perusahaan tidak profesional dalam membuat pilihan dan keputusan moral. Mereka hanya
profesional dalam bidang bisnis dan ekonomi. Karena itu, perusahaan tidak punya
tenaga terampil yang siap untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial tertentu.
5. Argumen yang
Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
Setelah dibahas
beberapa argumen yang menentang relevansi dari keterlibatan sosial perusahaan,
selanjutnya akan dibahas beberapa argumen
yang menuntut perlu adanya keterlibatan sosial perusahaan sebagai
perwujudan tanggung jawab perusahaan.
a. Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang
Semakin Berubah
Setiap kegiatan
bisnis dimaksudkan untuk menatangkan keuntungan. Namun dalam masyarakat yang
semakin berubah, kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap bisnis pun ikut
berubah. Karena itu, untuk bisa bertahan dan berhasil dalam persaingan bisnis
modern yang ketat ini, para pelaku bisnis semakin menyadari bahwa mereka tidak
bisa begitu saja hanya memusatkan perhatian pada upaya mendatangkan keuntungan
sebesar-besarnya. Mereka sadar sekali bahwa justru untuk mendatangkan
keuntungan tersebut, mereka harus peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan
harapan masyarakat yang semakin berubah itu. Misalnya, masyarakat menuntut agar
barang yang diproduksi tetap menghargai hak dan kepentingan karyawan serta
masalah lingkungan.
b. Terbatasnya Sumber Daya Alam
Bisnis diharapkan
untuk tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas itu demi
keuntungan ekonomis, melainkan juga ikut melakukan kegiatan sosial tertentu
yang terutama bertujuan memelihara sumber daya alam. Ini juga pada akhirnya berguna bagi
perusahaan tersebut karena perusahaan tentu akan sulit bertahan kalau sumber
daya alam yang terbatas itu habis dieksploitasi tanpa dijaga kelestariannya.
c. Lingkungan Sosial yang Lebih Baik
Bisnis
berlangsung dalam lingkungan sosial yang mendukung kelangsungan dan
keberhasilan bisnis itu untuk masa yang panjang. Ini punya implikasi etis bahwa
bisnis mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral dan sosial untuk
memperbaiki lingkungan sosial ke arah yang lebih baik. Semakin baiknya
lingkungan sosial dengan sendirinya akan ikut memperbaiki iklim bisnis yang
ada.
d. Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan
Bisnis mempunyai
kekuasaan sosial yang sangat besar. Bisnis mempengaruhi lingkungan, konsumen,
kondisi masyarakat, bahkan kehidupan budaya dan moral masyarakat, serta banyak
bidang kehidupan lainnya. Karena itu, tanggung jawab sosial sangat dibutuhkan
untuk bisa mengimbangi dan sekaligus mengontrol kekuasaan bisnis yang besar
itu. Asumsinya, kekuasaan yang terlalu besar dari bisnis, jika tidak diimbangi
dan dikontrol dengan tanggung jawab sosial, akan menyebabkan bisnis menjadi
kekuataan yang merusak masyarakat.
e. Bisnis Mempunyai Sumber-Sumber Daya yang
Berguna
Bisnis atau
perusahaan sesungguhnya mempunyai sumber daya yang sangat potensial dan berguna
bagi masyarakat. Perusahaan tidak hanya mempunyai dana, melainkan juga tenaga
profesional dalam segala bidang yang dapat dimanfaatkan atau disumbangkan bagi
kepentingan kemajuan masyarakat. Pengalaman mereka dalam memecahkan berbagai
persoalan bisnis akan sangat berguna untuk memecahkan berbagai persoalan sosial
yang dihadapi masyarakat.
f. Kuntungan
Jangka Panjang
Dengan
tanggung jawab dan keterlibatan sosial tercipta suatu citra yang sangat positif
dimata masyarakat mengenai perusahaan itu. Dengan peduli pada kepentingan
masyarakat dan semua pihak terkait, yang mungkin dalam jangka pendek merugikan
secara finansial, dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan bagi
perusahaan tersebut.
6. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Setelah kita
melihat bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial dan moral dan juga
sudah meninjau lingkup tanggung jawab sosial itu serta perlunya tanggung jawab
sosial, termasuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial, ada
baiknya kita lihat juga bagaimana tanggung jawab sosial dan moral itu
terimplementasikan dalam kegiatan bisnis.
Tujuan
dan misi suatu perusahaan ditentukan oleh nilai yang dianut oleh perusahaan
itu. Maka etos bisnis atau budaya perusahaan punya arti penting dalam
menentukan tujuan dan misi perusahaan tersebut. Letak dan penting tidaknya
tanggung jawab sosial dan moral dalam perusahaan lalu pertama-tama ditempatkan
pada kerangka nilai ini. Sejauh mana perusahaan menganggapnya sebagai sebuah nilai atau tidak. Kalau tanggung jawab
dianggap sebagai sebuah nilai yang harus dipegang teguh oleh perusahaan, maka
tanggung jawab sosial ikut menentukan tujuan dan misi perusahaan, yang pada
akhirnya akan menentukan strategi dan
struktur organisasi tersebut.
Strategi
yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan misi
perusahaan kemudian dievaluasi secara periodik. Salah satu bentuk evaluasi yang
mencakup nilai-nilai moral dan sosial, termasuk mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan adalah apa yang dikenal sebagai social
audit. Bentuk evaluasi ini kini semakin dirasakan penting oleh banyak
perusahaan mengingat kenyataan bahwa perusahaan yang berhasil dan tahan lama
tidak bisa menghindar dari nilai-nilai moral serta tanggung jawab sosial.
Dalam
kaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan, sejauh dianggap sebagai sebuah
nilai dan misi yang harus diwujudkan, audit sosial itu bermaksud untuk menilai
dan mengukur kinerja perusahaan dalam kaitannya dengan berbagi masalah sosial
yang ingin ikut diatasi oleh perusahaan iti. Tujuan audit sosial lalu antara
lain untuk menjajaki kembali pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dalam
berbagai aspek yang dianggap perusahaan itu penting. Dan tujuan akhir dari
audit ini terutama untuk melihat sejauh mana kegiatan bisnis perusahaan
tersebut masih tetap sejalan dengan nilai, tujuan dan misi yang diembannya. Karena
itu, sasaran akhir audit sosial bukanlah untuk memperoleh sebuah gambaran dan
tabel kuantitatif mengenai kinerja perusahaan, melainkan gambaran kualitatif
tentang aspek-aspek sosial, kultural, dan moral yang telah dicapai
perusahaan dan dapat dilihat berdasarkan
faktor-faktor tertentu yang bisa ditelusuri kendati belum tentu bisa diukur
secara kuantitatif.